Nama : Wilda
Erina
Nim
:1214150004
Tanggal
: 15-10-2015
Pengertian
Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989) “belajar dapat
diklasikfikasikan ke dalam dua dimensi”. Dimensi pertama berhubungan dengan
cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa, melalui penerimaan
atau penemuan. Di-mensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif adalah
fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari
dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat
dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan
informasi itu dalam ben-tuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang
mengharuskan siswa me-nemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan
diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi
itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain- lain) yang telah
dimilikinya.
Menurut Ausubel (dalam Parno, 2007:7) Berdasarkan terhubung
atau tidak terhubungkannya antar konsep yang sedang dipelajari, belajar
meliputi dua jenis, yaitu belajar secara hafalan dan belajar bermakna.
Selanjutnya Parno (2007:7) memberikan pernyataan sebagai
berikut.
Belajar secara hafalan terjadi jika mahasiswa mempelajari
konsep-konsep baru secara sembarangan, tanpa mau menghubungkannya dengan
konsep-konsep lain yang relevan yang telah diketahuinya. Sedangkan belajar
bermakna adalah pengetahuan atau konsep baru yang diperoleh segera dikaitkan
dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif mahasiswa. Hasil
paduan ini ada-lah informasi atau konsep baru. Hasil belajar bermakna adalah
informasi yang te-lah dipelajari akan relatif bertahan lebih lama dalam
ingatan.
“Peta konsep adalah suatu alat yang digunakan untuk
menyatakan hubu-ngan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk
proposisi-proposisi. Pro-posisi-proposisi merupakan dua atau lebih
konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik”
(Dahar, 1989:122). Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta
konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubung-kan oleh satu kata
penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Dalam peta konsep dapat diamati
bagaimana konsep yang satu berkaitan dengan konsep yang lain. Menurut Ausubel
(1968) dalam Dahar (1989:123) belajar bermakna lebih mudah berlangsung apabila
konsep baru yang lebih khusus dikaitkan dengan kon-sep lama yang lebih umum
yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.
Dalam peta konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang
sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada
konsep-konsep yang lain. Konsep yang paling inklusif (konsep fokus atau konsep
utama) terletak di puncak dan memberikan identitas peta konsep yang
bersangkutan. Makin ke bawah konsep-konsep menjadi lebih khusus. Ada kalanya
konsep-konsep yang sama, oleh orang lain menghasilkan peta konsep yang berbeda,
sebab untuk orang itu kaitan konsep yang demikinlah yang bermakna. Setiap peta
konsep memperli-hatkan kaitan-kaitan konsep yang bermakna bagi orang yang
menyusunnya. Di si-nilah kita lihat perbedaan-perbedaan individual yang ada
pada mahasiswa. De-ngan kata lain hubungan antara konsep-konsep bagi seseorang itu
adalah idiosin-kratik. Ini berarti bahwa kebermaknaan konsep-konsep itu khas
bagi setiap orang (Dahar. RW:1989), sehingga peta konsep yang dibuat oleh
masing- masing orang akan berbeda.
B. Fungsi Peta Konsep
Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai
tujuan. Menurut Dahar (1989:129) menyatakan bahwa berdasarkan tujuannya, fungsi
peta konsep ada empat.
1. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa.
Sebelumnya telah diketahui bahwa belajar bermakna membutuhkan
usaha yang sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan pengetahuan
baru dengan konsep-konsep relevan yang telah mereka miliki.Untuk memperlancar
proses ini, baik dosen dan mahasiswa perlu mengetahui konsep-konsep apa yang
telah dimiliki mahasiswa ketika pelajaran baru akan dimulai, sedangkan
maha-siswa diharapkan dapat menunjukkan di mana mereka berada, atau
konsep-konsep apa yang telah mereka miliki.dalam menghadapi pelajaran baru itu.
Dengan menggunakan peta konsep dosen dapat melaksankan apa yang telah
dikemukakan di atas, dan dengan demikian mahasiswa diharapkan akan mengalami
belajar ber-makna. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dosen untuk
maksud ini ialah dengan memilih satu konsep utama dari pokok bahasan yang akan
dibahas, kemu-dian menyuruh mahasiswa untuk menyusun peta konsep dengan
menghubungkan konsep-konsep itu. Selanjutnya mahasiswa diminta untuk
menambahkan konsep-konsep dan mengaitkan konsep-konsep itu hingga mambentuk
proposisi yang ber-makna. Dari peta konsep-peta konsep yang dihasilkan oleh
mahasiswa, guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan mahasiswa tentang
pokok bahasan yang akan diajarkan.
2. Mempelajari Cara Belajar
Bila seseorang dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran
, ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya.Dengan diminta untuk
menyusun peta konsep dari isi bab itu , ia akan berusaha untuk mengeluarkan
konsep-konsep dari apa yang dibacanya, meletakkan konsep yang paling inklusif pada
puncak pe-ta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan konsep-konsep yang
lain yang kurang inklusif pada konsep yang paling inklusif, demikian
seterusnya.
3. Mengungkapkan konsepsi salah
Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkn di atas, peta konsep
dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang
terjadi pada mahasis-wa. Konsep salah biasanya timbul karena terdapat
kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah.
4. Alat Evaluasi
Penerapan peta konsep dalam pendidikan yang terakhir dibahas
adalah peta konsep sebagai alat evaluasi. Selama ini alat-alat evaluasi yang
digunakan guru adalah tes obyektif atau tes esai. Walaupun cara evaluasi ini
akan terus me-megang peranan dalam dunia pendidikan, teknik-teknik evaluasi
baru perlu dipi-kirkan untuk memecahkan masalah-masalah evaluasi yang kita
hadapi selama ini.
Menurut Susilo dalam Parno (2007:8) fungsi peta konsep dalam
pembel-ajaran adalah (1) merencanakan kuliah, (2) merencanakan dan evaluasi
kurikulum, (3) mengembangkan pembelajaran dengan bertitik tolak pada
identifikasi miskon-sepsi mahasiswa dari peta konsep, (4) mendiskusikan peta
konsep dalam kelas, (5) peta konsep yang menghubungkan teori dasar dan prosedur
eksperimen dalam praktikum mahasiswa, (6) mempelajari buku teks, (7) meminta
mahasiswa mem-buat peta konsep dari soal tes, dan (8) menganalisis miskonsepsi
mahasiswa.
Dalam penelitian ini peta konsep yang dibuat oleh mahasiswa
bersumber pada pengetahuannya tentang materi fisika sekolah yang sudah
didapatkannya dari matakuliah yang ditempuhnya selama empat semester
sebelumnya. Peta konsep yang telah dibuat oleh mahasiswa digunakan untuk
menemukan miskonsepsi ten-tang dasar-dasar fisika sekolah. Selanjutnya sejumlah
miskonsepsi tersebut akan diperbaiki dengan pembelajaran pemecahan masalah
dalam matakuliah KSFS.
C. Cara Membuat Peta Konsep
“Dalam membuat peta konsep ada enam langkah yang harus
diikuti“ (Da-har, 1989:126). Keenam langkah tersebut adalah (1) menentukan
bahan bacaan, (2) menentukan konsep-konsep yang relevan, (3) mengurutkan
konsep-konsep itu, mulai dari yang paling inklusif sampai yang paling tidak
inklusif atau contoh- contoh, (4) menyusun konsep- konsep itu di atas kertas,
mulai dengan konsep yang paling inklusif di puncak ke konsep yang paling tidak
inklusif (5) menghu-bungkan konsep yang berkaitan dengan garis-garis penghubung
dan memberi kata penghubung pada setiap garis penghubung itu, dan (6)
mengembangkan peta kon-sep tersebut, misalnya dengan menambahkan dua atau lebih
konsep yang baru ke setiap konsep yang sudah ada dalam peta konsep.
D. Keunggulan dan Kelemahan Peta Konsep
a) Keunggulan Peta Konsep
Novak dan Gowin (dalam Haris, 2005:18) mengemukakan kelebihan
peta konsep bagi guru dan siswa. Kelebihan peta konsep bagi guru adalah sebagai
berikut.
·
Pemetaan konsep dapat menolong guru mengorganisir seperangkat
pe-ngalaman belajar secara keseluruhan yang akan disajikan
·
Pemetaan konsep merupakan cara terbaik menghadirkan materi
pel-ajaran, hal ini disebabkan peta konsep adalah alat belajar yang tidak
menimbulkan efek verbal bagi siswa, karena siswa dengan mudah me-lihat,
membaca, dan mengerti makna yang diberikan
·
Pemetaan konsep menolong guru memilh aturan pengajaran
berdasar-kan kerangka kerja yang hierarki, hal ini mengingat banyak materi
pe-lajaran yang disajikan dalam urutan yang acak
·
Peta konsep membantu guru meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pe-ngajaran.
Sedangkan kelebihan peta konsep bagi siswa adalah sebagai
berikut.
·
Pemetaan konsep merupakan cara belajar yang mengembangkan pro-ses
belajar yang bermakna, yang akan meningkatkan pemahaman sis-wa dan daya ingat
belajarnya,
·
Dapat meningkatkan keaktifan dan kreatifitas berfikir siswa,
yang pada gilirannya akan menimbulkan sikap kemandirian belajar yang lebih
pa-da siswa
·
Mengembangkan struktur kognitif yang terintegrasi
dengan baik, yang akan memudahkan belajar
·
Dapat membantu siswa melihat makna materi pelajaran secara
lebih komprehensif dalam setiap komponen konsep- konsep dan mengenali
miskonsepsi.
b) Kelemahan Peta Konsep
Beberapa kelemahan atau hambatan yang mungkin dialami
mahasiswa da-lam menyusun peta konsep antara lain: (1) Perlunya waktu yang
cukup lama un-tuk menyusun peta konsep, sedangkan waktu yang tersedia terbatas,
(2) Sulit me-nentukan konsep-konsep yang terdapat pada materi yang dipelajari,
(3) Sulit me-nentukan kata-kata untuk menghubungkan konsep yang satu dengan
konsp yang lain (Haris, 2005:20).
Jadi hambatan yang kemungkinan dialami mahasiswa akan dapat
diatasi dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Mahasiswa diminta untuk
membu-at peta konsep di rumah dan pada pertemuan selanjutnya dibahas di kelas,
(2) Ma-hasiswa diharapkan dapat membaca kembali materi dan memahaminya, agar
da-pat mengenali konsep-konsep yang ada dalam bacaan sehingga dapat mengaitkan
konsep-konsep tersebut dalam peta konsep (Haris, 2005:21).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar