Kamis, 01 Oktober 2015

Syarat-syarat profesi keguruan



A      Pengertian dan Syarat-syarat Profesi
Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini :
1.      Pengertian profesi
a)      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
b)      Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
c)      Mempunyai komitmen terhadap jabatan & klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
d)     Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya.
e)      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas, Sanusi et al. (1991), mengutarakan cirri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a)      Jabatan yang menuntut keterampilan / keahlian tertentu.
b)      Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
c)      Jabatan ini mempunyai presentase yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
d)     Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.
Bila kita bandingkan kriteria yang dipakai Sanusi et al. Ini dengan criteria Ornstein dan Levine yang dibicarakan lebih dahulu, dapat disimpulkan bahwa keduanya hamper mirip, dan saling melengkapi, dan oleh karenanya dapat kita pakai sebagai pedoman dalam pembicaraan selanjutnya.
2.      Pengertian dan Syarat-syarat Profesi Keguruan
Khususnya untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education Association  (NEA) (1948)  menyarankan kriteria berikut : 
a)      Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b)      Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama.
c)      Jabatan yang menentukan bakunya sendiri.
d)     Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang sinambung..
a)      Jabatan yang melibatkan kegiatan Intelektual.
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi criteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai Ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).
b)     Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama.
Yang membedakan jabatan professional dengan non-profesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau menilai pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan professional, sedangkan yang kedua  yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Ornstein dan Levine,1984).
Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, professional, dan khusus, sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan professional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non LPTK. Namun sampai sekarang di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan. 
c)      Jabatan yang menentukan bakunya sendiri
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para profesioanal biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan kliennya. Sebetulnya pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar (Ornstein dan Levine, 1984)
Otoni profesional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali control terhadap professional. Sebaliknya, ini berarti bahwa control yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan professional dalam hal ini.
Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita, kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
d)     Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan professional, sebab hamper tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan professional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan.


3.      Tujuan kode etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R Hermawan S,1979)
1)      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar dan masyarakat, agar mereka jangan samapai memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar.
2)      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Yang dimaksud kesejahteraan disini meliputi baik kesejahteraan lahir maupun kesejahteraan batin. Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tariff-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi.
Kode etik sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesame rekan anggota profesi.
3)      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. 
4)      Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan ajuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5)      Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpatisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian tersebut bahwa dapat diambil kesimpulan tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatakan mutu profesi dan mutu organisasi profesi
B       Sikap Profesional Keguruan
Pengertian
            Guru sebagai pendidik professional mempunyai citra yang baik  di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak.
            Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni sikap professional keguruan terhadap : (1) Peraturan Perundang-undangan, (2) Organisasi Profesi, (3) Teman sejawat, (4) Anak didik, (5) Tempat kerja, (6) Pemimpin, dan (7) Pekerjaan.
                   I.            Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengerluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain : pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan karang taruan, dan lain-lain.
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan dari kode etik guru. Dengan demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan didaerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia.
                II.            Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para aggotanya, rasa tanggung jawab dan kewajiban para anggotanya.
Dalam dasar keenam dari kode etik ini dengan gambling juga dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri.
             III.            Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa “Guru memlihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa : (1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan ketiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menjunjung tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.   

             IV.            Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa : Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni : tujuan pendidikan nasional, prinsip pembimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat member contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan kearah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya  yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Motto tut wuri handayani sekarang telah berubah diambil menjadi motto dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
                V.            Sikap Terhadap Teman Kerja
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dari Kode Etik yang berbunyi : “ Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.” Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
Suasana yang harmonis di sekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, dimana peserta didik berada disekolah dan diawasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktu justru digunakan peserta didik diluar sekolah, yakni dirumah dan di masyarakat sekitar.
Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia.
             VI.            Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada dalam bimbingan dengan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepimpinan  mulai dari pengurus cabang, daerah sampai ke pusat.
Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, dimana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut.

          VII.            Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya tidak mungkin dapat meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
C      Pengembangan Sikap Professional
Pengembangan sikap professional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas(dalam jabatan).

a.      Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru di didik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar fisika yang benar, karena belajar fisika  selalu menuntut ketelitian dan kedisplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan.

b.      Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagi guru. Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya., ataupun secara informal melalui media massa televise, radio, Koran, dan majalah maupun publikasi lainnya.
D      Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan :
a)      Suatu proses yang berkesinambungan.
b)      Suatu proses membantu individu.
c)      Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya, dan
d)     Kegiatan yang bertujuan untuk memberikan bantuan agar individu dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
Pengertian Konseling
Pengertian konseling menurut Bimo Walgito (1982) :
 ’’ Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. ’’
E       Tujuan Bimbingan di Sekolah
Dalam buku SMA tahun 1975 dinyatakan bahwa tujuan bimbingan di sekolah adalah membantu siswa :
1.      Mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
2.      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.
3.      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
Di samping itu tujuan-tujuan tersebut, Downing (1968) juga mengemukakan bahwa tujuan bimbingan di sekolah sebenarnya sama dengan pendidikan terhadap diri sendiri, yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial psikologis mereka, merealisasikan keinginannya, serta mengembangkan kemampuan atau potensinya.
F       Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa
Sebagai pertanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar dapat diketahui dari berbagai jenis gejalanya seperti dikemukakan Abu Ahmadi (1977) sebagai berikut :
1)      Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dan sebagainya.
2)      Hasil belajarnya rendah, di bawah rata-rata kelas.
3)      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
4)      Menunjukkan sikap yang kurang ajar, suka menentang, dusta dan tidak mau menyelesaikan tugas.

G      Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Asas adlah segala hal yang harus dipenuhi dalam melaksanakan suatu kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik serta mendapatkan hasil yang memuaskan. Dalam kegiatan/layanan bimbingan dan konseling menurut Prayitno (1982) ada beberapa asas yang perlu diperhatikan yaitu :
                                            i.            Asas Kerahasiaan
Asas ini mempunyai makan yang sangat penting dalam layanan bimbingan dan konseling. Mungkin tidak terlalu berlebihan bilamana asas ini disebut dengan asas kunci dalam pemberian layanan tersebut. Sebagian keberhasilan layanan bimbingan banyak ditentukan oleh asas ini, sebab klien akan mau membukakan keadaan dirinya sampai dengan masalah-masalah yang sangat pribadi, apabila ia yakin bahwa konselor dapat menyimpan rahasianya. Dengan adanya keterbukaan dari klien akan memberikan kemudahan-kemudahan bagi konselor menemukan sumber penyebab timbulnya masala, yang selanjutnya dapat mempermudah pula mencari atau mendapatkan jalan pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien tersebut.
                                          ii.            Asas Keterbukaan
Konselor harus berusaha untuk menciptakan suasana keterbukaan dalam membahas masalah yang dialami klien. Klien terbuka menyampaikan perasaan, pikiran, dan keinginannya yang diperkirakan sebagai sumber timbulnya permasalahan. Klien merasa bebas mengutarakan permasalahannya, dan konselor pun dapat menerimanya dengan baik. Konselor juga terbuka dalam memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dikemukakan oleh klien. Namun demikian, suasana keterbukaan ini sulit terwujud bilamana asas kerahasiaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
                                        iii.            Asas Kesukarelaan
Konselor mempunyai peran utama dalam mewujudkan asas kesukarelaan ini. Konselor harus mampu mencerminkan asas ini dalam menerima kehadiran klien. Bilamana konselor tidak siap menerima kehadiran klien karena satu hal dan hal lain, seperti tidak cukupnya waktu untuk berkonsultasi yang disebabkan ada acara lain; badan atau perasaan tidak enak; sedang punya masalah yang agak serius, dan sebagainya. Kondisi konselor yang demikian dapat menyebabkan asas kesukarelaan ini tidak terwujud, kalau mereka paksakan untuk melakukan konsultasi. Sebaliknya bila kien tidak mau sukarela mengemukakan permasalahannya, maka konsultasi itu tidak mungkin berlangsung secara efektif.
                                        iv.            Asas Kekinian
Pemecahan masalah dalam kegiatan konseling seharusnya berfokus pada masalah-masalah yang dialami oleh klien pada saat ini. Apa yang dirasakan dan dipikirkan pada saat konsultasi, itulah yang menjadi pusat perhatian dalam mencarikan pemecahannya. Konselor jangan terperangkap dalam pembicaraan tentang masalah-masalah yang btidak lagi menjdai persoalan bagi klien. Misalnya klien mengeluh bahwa prestasi belajarnya rendah.
                                          v.            Asas Kegiatan
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan dapat berlangsung baik, bilamana klien mau melaksanakan sendiri kegiatan yang telah dibahas dalam layanan itu. Oleh karena itu, konselor hendaknya mampu memotivasi klien untuk melaksanakan semua saran yang telah disampaikannya.
                                        vi.            Asas Kedinamisan
Arah layanan bimbingan dan konseling yaitu terwujudnya perubahan dalam diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Sesuai dengan sifat keunikan manusia maka konselor harus meberikan layanan seirama dengan perubahan-perubahan yang ada pada diri klien.
                                      vii.            Asas Keterpaduan
Kepribadian klien merupajkan satu kesatuan dari berbagai macam aspek. Dalam pemberian layanan kepada klien, hendaknya selalu diperhatikan aspek-aspek kepribadian klien yang diarahkan untuk mencapai keharmonisan atau keterpaduan. Bila tidak terwujud keterpaduan aspek-aspek ini justru akan menimbulkan maslah baru.
                                    viii.            Asas Kenormatifan
Maksud dari asas ini adalah usaha layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan itu hendaknya tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga tidak terjadi penolakan dari individu yang dibimbing.
H      Program Bimbingan di Sekolah
Program bimbingan untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai karekteristiknya. Selain itu, program bimbingan hendaknya disesuaikan dengan keadaan individu yang akan dilayani.
A.    Pendidikan Taman Kanak-kanak
Taman kanak-kanak sebenarnya belum termasuk jenjang pendidikan formal dan lebih dikenal dengan pendidikan prasekolah. Pendidikan formal terendah adalah sekolah dasar (SD).
Layanan bimbingan dan konseling di taman kanak-kanak, hendaknya ditekankan pada :
-          Bimbingan pribadi, seperti pemupukan disiplin diri dan memahami perintah.
-          Bimbingan yang berkaitan dengan kemandirian dan keharmonisan dalam menjalin hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya.

B.     Program Bimbingan di Sekolah Dasar
Program kegiatan bimbingan dan konseling untuk siswa-siswa sekolah dasar lebih menekankan pada usaha pencapaian tugas-tugas perkembangan mereka anatara lain mengataur kegiatan-kegiatan belajarnya dengan bertanggung jawab; dapat berbuat dengan cara-cara yang dapat diterima oleh orang dewasa serta teman-teman sebayanya, mengembangkan kesadaran moral berdasarkan nilai-nilai kehidupan dengan membentuk kata hati (Winkel , 1991)
Berkenaan dengan penyusunan program bimbingan di sekolah dasar, Gibson dan Mitchell (1981) mengemukakan beberpa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti :
-          Kegiatan bimbingan di SD hendaknyha lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas belajar.
-          Di SD masih menggunakan sistem guru kelas sehingga seandainya ada anak yang tidak disenangi oleh guru, maka akan lebih fatal akibatnya.
-          Adanya kecenderungan seorang anak bergantung kepada teman sebayanya.
-          Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.

C.     Program Bimbingan di Sekolah Lnjutan Tingkat Pertama
Program bimbingan dan konseling untuk siswa SLTP hendaknya berorientasi kepada pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Dalam hal ini, Winkel (1991) mengemukakan tugas-tugas perkembangan untuk siswa/anak pada tingkat SLTP antara lain : menerima peranannya sebagai pria atau wanita, memperjuangkan taraf kebebasan yang wajar dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, menambah bekal pengetahuan dan pemahaman untuk pendidikan lanjutan, serta mengembangkan kata hati sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.

Secara garis besar program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya berorientasi kepada :
-          Bimbingan belajar, karena cara belajar di SLTP berbeda dengan di SD.
-          Bimbingan tentang hubungan muda-mudi, karena pada usia ini mereka mulai mengenal hubungan cinta kasih (Gibson dan Mitchell, 1981).
-          Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun.

D.    Program Bimbingan di Sekolah Lnjutan Tingkat atas
Program layanan bimbingan di SLTA hendaknya lebih lengkap dan luas cakupannya dibandingkan dengan program layanan di jenjang pendidikan di bawahnya. Pada jenjang pendidikan di SLTA para siswa berada dalam masa remaja. Usia mereka berada pada masa transisi.
Dengan demikian, program bimbingan dan konseling di SLTA hendaknya dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswa, sehingga mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangan terebut. Oleh karena itu, program bimbingan di SLTA hendaknya berorientasi kepada :
-          Hubungan muda-mudi /hubungan sosial.
-          Bimbingan cara belajar.
-          Pemberian informasi pendidikan dan jabatan.

E.     Program Bimbingan di Perguruan Tinggi
Tugas-tugas perkembangan pada usia dewasa menuntut seseorang untuk lebih mandiri, dan berdisiplin diri(self discipline). Mereka dituntut untuk mampu mengembangkan sikap ilmu demi kemajuan bangsanya (Winkel, 1991). Mereka hendaknya mampu mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilki dan mampu merencanakan masa depan sesuai dengan keadaan dirinya.


I         Adminstrasi Pendidikan dalam Profesi Keguruan
Dengan menggunakan analogi itu, pengertian administrasi pendidikan akan diterangkan dengan meninjau dari berbagai aspeknya. Mari kita lihat administrasi pendidikan dari berbagai aspeknya itu, agar kita dapat memahaminya dengan lebih baik.
Pertama,administrasi pendidikan mempunyai pengertian kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan. Seperti yang kita ketahui, bahwa tujuan pendidikan itu merentang dari tujuan yang sederhana sampai dengan tujuan yang kompleks, tergantung lingkup dan tingkat pengertian pendidikan yang dimaksud. Tujuan pendidikan dalam satu jam pelajaran di kelas satu sekolah menengah pertama, misalnya lebih mudah dirumuskan dan dicapai dibandingkan dengan tujuan pendidikan luar sekolah untuk orang dewasa atau tujuan pendidikan nasional. Jika tujuan itu kompleks, maka cara mencapai tujauan itu juga kompleks, dan seringkali tujuan yang demikian itu tidak dapat dicapai oleh satu orang saja, tetapi harus melalui kerja sama dengan orang lain, dengan segala aspek kerumitannya.
Kedua,admistrasi pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian. Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, berapa lama, berapa orang yang diperlukan , dan berapa banyak biayanya. Perencanaan ini dibuat sebelum suatu tindakan dilaksanakan.
Ketiga,administrasi pendidikan dapat dilihat dengan kerangka berpikir sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian dan bagian-bagian itu berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran.
Keempat,administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi manajemen. Jika administrasi dilihat dari sudut ini, perhatian tertuju kepada usaha untuk melihat apakah pemanfaatan sumber-sumber yang ada dalam mencapai tujuan pendidikan sudah mencapai sasaran yang ditetapkan dan apakah dalam pencapain tujuan itu tidak terjadi pemborosan.
Kelima, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi kepemimpinan. Administrasi pendidikan dilihat dari kepemimpinan merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana kemampuan administrator pendidikan itu apakah ia dapat melaksanakan tut wuri handayani, ing madyo mangun karso, dan ing ngarso sung tulodo.
Keenam, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari proses pengambilan kepuyusan. Kita tahu bahwa melakukan kerja sama dan memimpin kegiatan sekelompok orang bukanlah pekerjaan yang mudah. Setiap kali, administrator dihadapkan kepada bermacam-macam masalah dan ia harus memecahkan masalah itu. Untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan kemampuan, dalam mengambil keputusan yaitu memilih kemungkinan tindakan yang terbaik dari sejumlah kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan.
Ketujuh,administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi komunikasi. Komunikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai usaha untuk membuat orang lain mengerti apa yang kita maksudkan, dan kita juga mengerti apa yang dimaksudkan orang lain itu. Jika dalam kerja sama pendidikan tidak ada komuikasi, maka orang yang bekerja sama itu saling tidak mengetahui apa yang dikerjakan atau apa yang dimaui teman sekerjanya.
Kedelapan, administrasiseringkali diartikan dalam pengertian yang sempt yaitu kegiatan ketatausahaan yang intinya adalah kegiatan rutin catat-mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat menyurat dengan segala aspeknya, serta mempersiapkan laporan. Perngertian yang demikian tidak terlalu salah, karena setiap aspek kegiatan administarasi dengan pengertian di atas, selalu memerlukan kegiatan pencatatan.
J        Proses Sebagai Fungsi Administrasi Pendidikan Menengah
Agar kegiatan dalm komponen administrasi pendidikan menengah dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan, kegiatan tersebut harus dikelola melalui suatu tahapan proses yang merupakan daur (siklus), mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan, pemantauan, dan penilaian seperti yang telah disinggung secara garis besar pada bagian terdahulu. Di bawah ini akan diuraikan proses tersebut secara lebih rinci.
-          Perencanaan
Perencanaan adalah pemilihan dari sejumlah alternatif tentang penetapan prosedur pencapaian, serta perkiraan sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan tersebut. Yang dimaksud dengan sumber meliputi sumber manusia, material, uang dan waktu. Dalam perencanaa, kita mengernal beberapa tahap yaitu tahap : identifikasi masalah, perumusan masalah, penetapan tujuan, identifikasi alternatif, pemilihan alternatif, dan elaborasi alternatif.
Perencanaan pendidikan di pendidikan menengah dapat dibedakan atas beberapa kategori menurut : jangkauan waktunya, timbulnya, besarnya, pendekatan, serta pelakunya.
-          Pengorganisasian
Pengorganisasian di sekolah dapat di definisikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-orang (guru dan personel sekolah lainnya) serta mengalokasikan prasarana dan sarana untuk menunjung tugas orang-orang itu dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Termasuk didalam kegiatan pengorganisasian adalah penetapan tugas, tanggung  jawab, dan wewenang orang-orang tersebut serta mekanisme kerjanya sehingga dapat menjadi tercapainya tujuan sekolah itu.
Ada beberapa hal pokok yang dapat dipedomani dan diperhatikan dalam hubungannya dengan pengorganisasian ini. Seringkali orang menamakan hal pokok tersebut sebagai prinsip. Siagian (1985), mengemukakan prinsip pengorganisasian itu adalah : organisasi itu mempunyai tujuan yang jelas, tujuan organisasi harus dipahami oleh setiap anggota organisasi, tujuan organisasi harus dapat diterima oleh setiap orang dalam organisasi, adanya kesatuan arah dari berbagai bagian organisasi, adanya kesatuan perintah, adanya keseimbangan antara wewenag dan tanggung jawab seseorang daklam melaksanakan tugasnya, adanya pembagaian tugas yang jelas, struktur organisasi permanen.
-          Pengarahan
Pengarahan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar apa yang telah direncanakan dapat berjalan seperti yang dikehendaki. Suharsimi Arikunto (1988) memberikan definisi pengarahan sebagai penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan dan bimbingan terhadap para petugas yang terlibat, baik secara struktual maupun fungsional agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar.


-          Pengkoordinasian
Pengkoordinasian di sekolah diartikan sebagai usaha untuk menyatupadukan kegiatan dari berbagai individu atau unit disekolah agar kegiatan mereka berjalan selaras dengan anggota atau unit lainnya dalam usaha mencapai tujuan sekolah. Usaha pengkoordinasian dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti : melaksanakan penjelasn singkat, mengadakan rapat kerja, memberikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, dan memberikan balikan tentang hasil suatu kegiatan.
-          Pembiayaan
Pembiayaan sekolah adalah kegiatan mendapatkan biaya serta mengelola anggaran pendapatan dan belanja pendidikan menengah. Kegiatan ini dimulai dari perencanaan biaya, usaha untuk mendapatkan dana yang mendukung rencana itu, penggunaan, serta pengawasan penggunaan anggaran tersebut.

-          Penilaian
Dalam waktu-waktu tertentu, sekolah pada umumnya atau anggota organisasi sekolah seperti guru, kepala sekolah, dan murid pada khususnya harus melakukan penilaian tentang seberapa jauh tujuan yang ditetapkan tercapai, serta mengertahui kekuatan dan kelemahan program yang dilaksanakan. Secara lebih rinci maksud penilaian adalah untuk : memperoleh dasar sebagai pertimbangan apakah pada akhir suatu periode kerja pekerjaan tersebut berhasil, menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien, memperoleh fakta-fakta tentang kesukaran-kesukaran dan untuk menghindarkan situasi yang dapat merusak, serta memajukan kesanggupan para guru dan orang tua murid dalam mengembangkan organisasi sekolah. 
     
DAFTAR PUSTAKA
Soetjipto.2009. Profesi Keguruan. Bandung : Rineka Cipta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar